PPKLKM Universitas Pancasila

Pusat Pengembangan Kewirausahaan & Layanan Karir Mahasiswa UP
Friday, 20 Sep 2024

Index Pendidikan Indonesia Tentukan Daya Saing SDM

Berita Umum | 04 Agustus 2021 00:00 wib Index Pendidikan Indonesia Tentukan Daya Saing SDM

“Indeks pendidikan Indonesia kalah telak dari negara Asean lain, kecuali hanya sedikit unggul dari Kamboja, Laos, dan Myanmar yang selama ini dinilai sebagai negara papan bawah”. Persoalan sumber daya manusia semakin menjadi perhatian utama bagi perusahaan dan negara. Kualitas dan talenta yang dimiliki tiap individu kian dipandang sebagai kunci pertumbuhan, penciptaan lapangan kerja, dan inovasi.

Negara mana saja yang telah mempersiapkan dan menetapkan langkah dalam meningkatkan daya saing, talenta, dan kualitas sumber daya manusia? Bagaimana mengukur daya saing tersebut? Lemahnya Daya Saing Indonesia Global Talent Competitiveness Index (GTCI) (PDF) adalah pemeringkatan daya saing negara berdasarkan kemampuan atau talenta sumber daya manusia yang dimiliki negara tersebut.

Beberapa indikator penilaian indeks ini adalah pendapatan per kapita, pendidikan, infrastruktur teknologi komputer informasi, gender, lingkungan, tingkat toleransi, hingga stabilitas politik. Di ASEAN, Singapura menempati peringkat pertama dengan skor 77,27. Peringkat berikutnya disusul oleh Malaysia (58,62), Brunei Darussalam (49,91), dan Filipina (40,94). Sementara itu, Indonesia ada di posisi ke enam dengan skor sebesar 38,61.

Laporan yang dirilis oleh INSEAS ini menyusun pemeringkatan dengan penekanan penting pada pendidikan. Beberapa aspek pendidikan yang menjadi ukuran di antaranya pendidikan formal, vokasi, literasi baca-tulis-hitung, peringkat internasional universitas, jurnal ilmiah, mahasiswa internasional, relevansi pendidikan dengan dunia bisnis, jumlah lulusan teknisi dan peneliti, jumlah hasil riset, dan jurnal ilmiah.

Berdasarkan skor Indonesia dan negara ASEAN lainnya, adakah korelasi antara talenta dengan pendidikan di negara tersebut? Kondisi Pendidikan Indonesia Berdasarkan Education Index yang dikeluarkan oleh Human Development Reports, pada 2017, Indonesia ada di posisi ketujuh di ASEAN dengan skor 0,622.

Skor tertinggi diraih Singapura, yaitu sebesar 0,832. Peringkat kedua ditempati oleh Malaysia (0,719) dan disusul oleh Brunei Darussalam (0,704). Pada posisi keempat ada Thailand dan Filipina, keduanya sama-sama memiliki skor 0,661. Angka tersebut dihitung menggunakan Mean Years of Schooling dan Expected Year of Schooling. Lalu, bagaimana rata-rata lama sekolah negara-negara di Asean? .

Singapura memiliki rerata lama sekolah paling lama dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, yaitu 11,5 tahun. Negara berikutnya adalah Malaysia dengan rata-rata lama sekolah sebesar 10,2 tahun. Selain itu, Filipina memiliki rerata lama sekolah sebesar 9,3 tahun. Sementara itu, Indonesia, rata-rata lama sekolahnya adalah 8 tahun. Di bawah Indonesia adalah Thailand (7,6 tahun), Laos (5,2 tahun), Myanmar (4,9 tahun), dan Kamboja (4,8 tahun).

Semakin tinggi angka rata-rata lama sekolah, semakin lama/tinggi jenjang pendidikan yang ditamatkannya. Bersumber dari Statistik Pendidikan, pada 2015 misalnya, rerata lama sekolahnya adalah 8,32 tahun. Rerata tersebut naik pada 2016 menjadi 8,42 dan naik kembali pada 2017, yaitu 8,5 tahun. Pada 2018, rerata lama ekolah di Indonesia mencapai 8,58 tahun atau setara dengan kelas 2 SMP/sederajat.

Sayangnya, angka rata-rata lama sekolah pada 2018 belum memenuhi target Renstra Kemendikbud sebesar 8,7 tahun. Selain itu, target RPJMN tahun 2019 pun tak terpenuhi: rata-rata lama sekolah penduduk 15 tahun ke atas sebesar 8,8 tahun. Bila dilihat berdasarkan provinsi, DKI Jakarta menempati peringkat tertinggi dengan rata-rata lama sekolah 11,06 tahun, disusul Kepulauan Riau (10,01 tahun), dan Maluku (9,78 tahun). Sementara itu, provinsi dengan peringkat rata-rata lama sekolah paling rendah adalah Papua (6,66 tahun), Kalimantan Barat (7,65 tahun), dan NTB (7,69 tahun). Untuk mereka yang tamat SD, diperhitungkan lama sekolahnya 6 tahun, tamat SMP diperhitungkan lama sekolah selama 9 tahun, tamat SMA diperhitungkan lama sekolah selama 12 tahun, tanpa memperhitungkan apakah pernah tinggal kelas atau tidak.

Selain itu, antara wilayah desa dan kota pun juga ada ketimpangan. Capaian rata-rata lama sekolah penduduk 15 tahun ke atas di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan perdesaan. Penduduk perkotaan rata-rata telah menyelesaikan pendidikan dasar 9 tahun, sementara penduduk perdesaan rata-rata hanya bersekolah sampai kelas 7 SMP/sederajat (kurang lebih 7 tahun).

Ketimpangan yang tinggi terjadi pada kelompok disabilitas. Selisih rata-rata lama sekolah antara para penyandang disabilitas dan bukan penyandang disabilitas mencapai sekitar 4 tahun. Dari sumber yang sama, diketahui bahwa mereka yang bukan penyandang disabilitas bisa bersekolah hingga kelas 8 SMP/sederajat, sedangkan penyandang disabilitas hanya mampu bersekolah sampai kelas 4 SD/sederajat saja. Artinya, sistem pendidikan kita belum inklusif dan akses pendidikan masih sangat terbatas.

Apa Indonesia Siap Industri 4.0? Indonesia berada di urutan 67 dari 125 negara di dunia dalam peringkat GTCI 2019. Sumber daya manusia penting untuk menjadi prioritas pemerintah. Bisa dibilang bahwa daya saing SDM di Indonesia masih kalah jika dibandingkan dengan negara lain. Salah satu cara meningkatkan daya saing adalah dengan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Apalagi anggaran pendidikan Indonesia tergolong tinggi dan trennya terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada 2014, misalnya, anggaran pendidikan mencapai Rp375,4 triliun dan naik menjadi Rp492,5 triliun pada 2019 atau 20 persen dari Belanja APBN.

Sumber : kemendikbudristek(itjen.kemdikbud.go.id)

Dilihat 298 kali
Link